Share dulu ya sob
Facebook
Google+
Twitter
JAKARTA - Calon wakil presiden nomor urut 2, Jusuf Kalla (JK), dinilai sudah menyatakan hal yang benar dan tepat ketika menegaskan bahwa tak ada yang istimewa dari klaim keberhasilan pemerintahan saat ini dalam renegosiasi kontrak gas Tangguh.
Pernyataan itu disampaikan Pengajar Universitas Indonesia, Makmur Keliat, di Jakarta, Minggu (6/7/2014).
Menurut Makmur, renegosiasi harga kontrak Tangguh harus dilihat sebagai tugas yang memang harus dijalankan pemerintah. Jadi keberhasilan itu konsekuensi dari perkembangan perekonomian global, yang menyebabkan perubahan harga minyak, dan gas internasional.
"Implikasinya ya jelas, bahwa itu membuka ruang bagi pemerintah untuk merenegosiasikan harga gas Tangguh," kata Makmur.
Makmur menjelaskan, harus dipahami bahwa pilihan presiden saat itu, Megawati Soekarnoputri, menjual gas Tangguh ke China menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak.
Secara politis, investasi yang dilakukan oleh BP Indonesia bersama mitra bisnisnya untuk produksi gas di Tangguh bertujuan menyampaikan sinyal bahwa Indonesia merupakan tempat investasi yang aman.
Pada saat yang sama, penjualan gas melalui kontrak ke China dapat memberikan manfaat untuk memudahkan pemerintah medapatkan sumber pendanaan untuk mengatasi kendala fiskal (APBN).
Harus dicatat, kontrak yang dibuat pemerintahan saat itu sebenarnya sudah baik. Semisal, ada kepastian soal mekanisme penetapan harga gas yang masih dikaitkan dengan harga bahan bakar minyak di pasar internasional.
Selain itu, ada beberapa alasan lain yang membuatnya meyakini kontrak Tangguh itu sebenarnya sudah bagus. Karena saat itu, tidak ada satupun institusi yang memroyeksikan bahwa harga minyak di pasar internasional, beberapa tahun setelah penandatangananan kontrak itu melonjak secara cepat hingga melebihi USD100 per barrel.
Harus diingat juga, karakter utama pasar gas di tingkat internasional ketika kontrak dibuat masih merupakan pasar pembeli. Sehingga posisi Indonesia sebagai negara penghasil gas tidak berada dalam posisi untuk mendikte penetapan harga kontrak.
Karakter teknis dari gas sebagai komoditas enerji mengharuskan investasi untuk produksi hanya dapat dimulai jika telah terdapat kesepakatan tentang siapakah pembeli dari gas yang diproduksi.
Poin penting, penetapan harga kontrak selalu terbuka untuk direnegosiasikan atau bukan sesuatu yang tertutup-permanen. Itu terlihat dari fakta bahwa pada tahun 2006 terjadi perubahan penetapan harga menjadi lebih tinggi sebagai akibat kenaikan harga minyak di pasar internasional.
"Karena itu, kontrak penjualan gas ke Tiongkok dapat dipahami sebagai pilihan rasional karena pada saat itu penjualan gas di pasar internasional dapat dikonspetualisasikan sebagai pasar pembeli," jelas Makmur.
Memang saat itu, permintaan terhadap gas sangat kecil dan jauh di bawah pasokan sehingga pembeli memiliki daya tawar yang jauh lebih besar untuk mendikte penjual dalam penentuan harga.
Situasi ini sangat bertolak belakang dengan karakter pasar penjual (seller’s market) di mana penjual berada dalam situasi yang jauh lebih kuat karena kebutuhan terhadap produk yang dijual sangat besar.
Selain itu, kontrak Tangguh juga terkait dengan investasi lain seperti bantuan untuk Jembatan Suramadu, power plant dan lainnya.
Pada saat tender dilakukan, Indonesia terancam oleh penawaran gas yang lebih murah dari Australia, maka pendekatan politik pun dilakukan Megawati, antara lain melalui diplomasi dansa.
"Atas apa yang dilakukan pemerintah dengan demikian memang wajar dilakukan. Karena kontraknya memang memberi ruang negosiasi setiap 4 tahunan. Yang kini menjadi persoalan justru perpanjangan kontrak Freeport sebelum masa berlakunya habis," tutupnya. (trk)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.