Share dulu ya sob
Facebook
Google+
Twitter
ilustrasi (Foto: Dok. Okezone) JAKARTA - Angka golput yang tinggi dari kalangan pemilih muda sudah menjadi fenomena umum yang disorot Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perilaku golput menunjukkan adanya sikap apatis di masyarakat terhadap pemilu itu sendiri.
Direktur Eksekutif Akar Rumput Stategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho mengatakan, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban. Jika mereka bersikap apatis terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya, maka dia tidak layak untuk menuntut haknya diwujudkan pemerintah.
"Dengan ikut memilih, seseorang akan memiliki motivasi untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan tugas pemerintahan yang telah dipilihnya. Selain itu, dengan ikut mencoblos kita sudah membantu meminimalkan angka kecurangan. Pada praktiknya, seringkali kertas suara yang tidak dicoblos justru dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menambah suara ke pihak yang didukungnya," terang Dimas, Selasa (1/7/2014).
Dengan meminimalkan praktik kecurangan tersebut, lanjut Dimas, maka secara tidak langsung pemilih telah berperan dalam mengurangi potensi konflik horizontal yang muncul akibat terkuaknya praktek kecurangan.
Lebih lanjut dia menggarisbawahi pentingnya menjadi warga yang realistis dalam menilai perkembangan yang terjadi dalam sebuah negara. Justifikasi yang berlebihan terhadap pemerintah atas dasar pertimbangan idealis kata dia, akan menjadikan seorang pemilih menjadi skeptis terhadap berbagai kemajuan yang telah terjadi.
Alhasil, pertimbangan idealis tersebut akan menghasilkan parameter abstrak dalam menilai kebijakan dan keputusan pemerintah.
"Sebagai agen-agen perubahan, dalam politik itu yang paling valid adalah jangan terlalu abstrak untuk tentukan pilihan. Pemimpin bukan superman. Cara menyeleksinya mudah, siapa orang yang betul-betul mampu membawa keuntungan bagi saudara dan masyarakat banyak," urai kandidat doktor dari New South Wales University itu.
Dimas juga memaparkan sejarah perkembangan golput di Indonesia. Di mana golput di Indonesia diinisiasi oleh gerakan Arief Budiman dan rekan-rekannya pada periode awal Orde Baru. Pilihan tersebut lanjutnya, merupakan bentuk perlawanan terhadap rezim Orba yang menghambat proses demokrasi dan mengebiri hak-hak sipil.
"Bayangkan, untuk mendapatkan kebebasan berbicara, berkumpul, menyuarakan pendapat, dan terjadinya proses pemilu yang benar-benar jurdil, banyak mahasiswa yang harus berdarah-darah di tahun 1998. Sayang jika setelah hak-hak sipil itu didapatkan malah saat ini banyak kaum muda yang tidak memanfaatkannya," papar Dimas.
Dia pun bersama tim ARSC mengunjungi sejumlah kota besar di Indonesia dalam rangka Ekspedisi Indonesia Mencoblos. Gerakan ini bertujuan mengajak komunitas-komunitas basis sebagai partner lokal dalam upaya menghadirkan pemilu yang berkualitas.
Parameter kualitas pemilu dalam kegiatan ini adalah keamanan dalam penyelenggaraan dan pascapelaksanaan serta minimnya angka golput. Karena itu, gerakan sosialisasi sekaligus membangun jejaring monitoring ini mengangkat slogan: Pemilu Damai, Tolak Golput. (put)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.