Share dulu ya sob
Facebook
Google+
Twitter
JAKARTA- Jargon politik Joko Widodo Revolusi Mental ternyata memiliki akar sejarah dalam pemikiran sosialis-komunis.
Menurut peneliti Pusat Kajian Politik Islam dan Pancasila, Habib Alatas, istilah ini sudah lama didengungkan gerakan sosialis-komunis di kawasan Eropa untuk mendobrak kungkungan ajaran agama.
"Dogmatisme agama dianggap menghambat kemajuan peradaban. Maka lahirlah revolusi mental untuk membebaskan masyarakat. Karl Marx sendiri menganggap agama sebagai candu," kata Peneliti Pusat Kajian Politik Islam dan Pancasila itu ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (27/6/2014).
Habib Alatas mengungkapkan, istilah revolusi mental juga digunakan oleh pendiri Partai Komunis China yang bernama Chen Duxiu bersama rekannya Li Dazhao. Istilah itu ditujukan untuk mencuci otak kaum buruh dan petani dalam rangka menentang kekaisaran China.
"Di Indonesia sendiri, istilah ini mulai dipakai oleh Ahmad Aidit, anak dari Abdullah Aidit, yang mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit)," ujarnya.
Habib menjelaskan, ketika Aidit ditanya oleh ayahnya terkait perubahan nama itu, ia menjawab karena alasan revolusi mental. Bagi Aidit, revolusi mental harus dimulai dengan mengganti hal-hal yang dianggap menghambat pergerakan, termasuk nama "Ahmad" yang berbau Islam. “Jadi, saya kira Fadli enggak salah. Penelusuran akar istilah secara historis benar,” terangnya.
Jadi apakah, Revolusi Mental Jokowi itu terinspirasi atau mau menjiplak pemikiran Sosialis-Komunis ? "Entahlah, harus tanya Jokowi," kata Habib.
"Secara konsep, revolusi mental ala Jokowi enggak ada apa-apanya dibanding revolusi mental komunisme yang sangat ideologis,” jelas Habib.
Baginya, revolusi mental Jokowi dangkal dan tidak jelas. Ini karena gagasan itu tidak didasarkan pada kerangka berpikir yang sistematik dan rigid. “Landasan ontologisnya ngambang, hanya jargon saja,” tutupnya. (ugo)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.