Share dulu ya sob
Facebook
Google+
Twitter
ilustrasi hasil rekapitulasi suara Pilpres 2014 (Foto: Heru Haryono/Okezone) JAKARTA - Hasil rekapitulasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituding sejumlah pihak, baik kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa maupun Joko Widodo-Jusuf Kalla telah terjadi kejanggalan.
Untuk itu, TNI dan Polri sebagai intitusi negara yang dianggap mendokumentasikan hasil perhitungan suara di tingkat TPS dan PPK seluruh Indonesia, didesak untuk membuka dokumen internal tersebut.
"Untuk apa TNI-Polri dilibatkan sebagai petugas dokumentasi hasil perhitungan suara di setiap TPS dan PPK jika dengan alasan menjaga netralitasnya TNI-Polri tidak mau berhadapan dengan rakyat tetapi membiarkan kegaduhan dan kerusuhan antar rakyat. Mereka menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas keamanan, ketenangan, keselamatan negara dan rakyat," ujar Sekjen Centre For Democracy And Social Justice Studies (CeDSoS) Umar Abduh dalam diskusi Benarkah Penyelenggaraan Pilpres Bebas dari Campur Tangan Peserta Pemilu dan Intervensi Asing di Jakarta, Selasa (22/7/2014).
Pengamat intelijen ini menilai, Polri dan TNI seharusnya lebih mengedepankan kejujuran dan tanggungjawabnya sebagai aparat keamanan. Apalagi keduanya terikat kuat dengan Sapta Marga dan sumpah prajurit untuk setia dan membela negara atau konsitutusi.
"Ini adalah pola operasi intelijen. Di mana pelibatan institusi secara Undang-undang tidak boleh. Polri dan TNI tidak boleh sebagai pelaksana pemilu," jelasnya.
Dalam kondisi dan situasi yang berpotensi mencederai demokrasi dan memicu kerusuhan horizontal akibat dampak kecurangan kata Umar, kedua institusi tersebut wajib tampil dan mengambil tanggungjawab penuh untuk mengembalikan tupoksi KPU ke proporsinya semula.
"Di sini saya masih prasangka baik. Jika Polri dan TNI benar-benar netral dan Sapta Margais, peka sebagai keamanan. Maka harus keluarkan dokumen tersebut (perhitungan suara)," tegasnya. (put)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.