Share dulu ya sob
Facebook
Google+
Twitter
Panglima TNI Jenderal Moeldoko (Foto: Koran Sindo) JAKARTA - Tiap kali digelar Pemilihan Presiden, persepsi latar belakang sipil-militer dari kanditat capres-cawapres selalu ada. Terkadang, hal tersebut dijadikan pertimbangan sebelum menentukan pilihan, karena militer, dipandang memiliki watak lebih keras dibanding sipil.
Menanggapi dikotomi tersebut, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengaku tak sepakat. Menurutnya, siapapun yang maju sebagai capres, berkedudukan sama sebagai warga negara yang memiliki hak untuk dipilih.
"Kalau sepakat negara demokrasi, dikotomi harus hilang. Dalam konteks ini. Yang akan menjadi presiden bukan dari militer dan non milter. Pak Prabowo, beliau itu bukan militer statusnya sudah sama semenjak pensiun," kata Moeldoko dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/5/2014).
Jika sampai saat ini masyarakat masih mempermasalahkan dikotomi itu, lanjutnya, maka demokrasi bangsa Indonesia justru berjalan mundur.
"Sebuah negara yang maju, mereka memiliki meretrokasi, yakni mengambil SDM unggul untuk kepentingan organisasi dan kepentingan negara. Jadi tidak lagi berbicara dikotomi. Siapapun Presidennya, mempunyai komitmen kuat membangun negara dengan baik," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam Pilpres 2014 bakal diramaikan dua pasangan yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. (ydh)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.